Allah SWT memiliki sifat Rahman dan Rahim, para ulama mengatakan sifat Rahman adalah sifat Allah yang diberikan kepada seluruh makhlukNya, kasih sayang Allah kepada seluruh makhlukNya. Sehingga tidak hanya kepada manusia bahkan kepada hewan dan makhkluk lainnya, Allah memberikan kasih sayangNya. Bukan saja muslim bahkan non-muslim Allah juga berikan kasih sayangNya. Contohnya adalah Allah memberikan waktu yang sama, bukan karena kita muslim sehingga kita mendapatkan 25 jam sehari, tidak. Seluruhnya sama. Begitu juga dengan peluang rejeki, Allah SWT berikan peluang yang sama kepada muslim ataupun non-muslim.

Berkaitan dengan rejeki yang terpenting adalah bagaimana usaha kita. Maryam, ibunda Nabi Isa As bisa dijadikan contoh misalnya. Ketika melahirkan Nabi Isa, berada dalam kondisi yang lemah, fisik dan psikologis. Lemah secara fisik karena beliau melahirkan seorang diri, lemah secara psikis karena beliau pada saat akan melahirkan diusir dari kampung halamannya. Karena dianggap memberikan aib, hamil tanpa diketahui siapa ayah dari anak yang dikandungnya. Ketika terlahir Nabi Isa As, Maryam meminta kepada Allah untuk diturunkan rejeki. Tapi Allah justru menjawab sebagaimana dalam firmannya dalam surat Maryam ayat 25 “Maka guncangkanlah pohon kurma, niscaya buah-buah kurma yang masak akan berjatuhan”. Subhanallah, Maryam yang sedang lemah fisiknya justru diminta mengguncangkan pohon kurma yang belum tentu lelaki sehat dan kuat mampu melakukannya. Yang Allah ingin nyatakan kepada kita dari kisah ini, bagaimana berkaitan dengan rejeki adalah adanya kesungguhan pada diri kita. Sangatlah mudah bagi Allah untuk memberikan makanan langsung kepada Maryam, sangatlah mudah bagi Allah untuk memberikan rejeki langsung kepada kita tetapi itu akan terkait dengan sejauh mana kegigihan dalam mengais dan mencari rejeki Allah SWT. Itulah Rahman Allah yang diberikan kepada seluruh makhlukNya.

Sifat Allah yang Rahim hanya khusus diberikan kepada orang yang beriman. Ketika Allah memberikan kesempatan waktu yang sama antara muslim dan non-muslim, antara muslim yang taat dan muslim yang tidak taat, Rahimnya adalah keberkahan atas waktu tersebut kepada orang-orang yang beriman. Allah memberikan keberkahan atas rejeki yang Allah berikan kepada orang-orang yang beriman. Ukuran atas keberkahan tidak mesti ditunjukkan dengan jumlahnya. Kita sering melihat rejeki adalah adalah banyaknya uang yang ada di dalam saku, banyaknya tabungan kita di bank. Padahal Allah memberikan kita sehat, Allah memberikan kita keluarga yang bahagia, Allah memberikan kepada kita anak yang baik, Allah menjauhkan narkoba dari anak kita bukankah itu semua itu adalah rejeki. Janganlah mempersempit makna rejeki. Betapa banyak orang yang kaya secara materi kemudian hartanya habis oleh anak dan keturunannya.

Suatu hari ketika Rasulullah SAW membonceng sahabat Abdullah Ibnu Abbas, sebagaimana yang diceritakan oleh sahabat Abdullah Ibnu Abbas beliau mengatakan aku pernah membonceng Nabi SAW, maka kemudian Nabi mengatakan kepadaku “Hai anak muda, aku akan ajarkan kepada engkau beberapa pesan. Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjaga dirimu ….”. Yang menarik adalah Nabi SAW menggunakan kesempatan saat itu untuk memberikan pendidikan kepada Ibnu Abbas. Nabi SAW mengajarkan kepada kita bagaimana memanfaatkan kesempatan sebaik-baiknya. Nabi SAW mengajarkan kepada kita tentang waktu. Saat sedang berboncengan ada nilai-nilai yang disampaikan Nabi kepada Ibnu Abbas. Sehingga waktu tidak berlalu begitu saja.

Imam Ibnu Jauzi diriwayatkan, kalau umur beliau dibagi dengan jumlah karangannya maka ulama mengatakan dalam satu hari beliau menulis sekitar 14 halaman. Subhanallah, berapa halaman yang beliau tulis jika hanya dibagi umur beliau diluar umur masa kecil dan sekolahnya. Adanya keberkahan atas waktu yang diberikan Allah kepada orang-orang beriman, adanya semangat untuk memanfaatkan waktu yang Allah berikan  membuat para ulama bisa melakukan hal seperti itu.

Imam Ibnu Qayyim Al-Jawziyya berangkat haji menggunakan unta, beliau tidak melewatkan lintasan-lintasan ide yang muncul di kepalanya dalam perjalananannya di atas punggung unta. Beliau catat, yang kemudian menjadi sebuah buku, yang sebenarnya buku ini jauh menginspirasi kepada Dr. Aaidh ibn Abdullah al-Qarni  sebelum menulis La Tahzan (Don’t be sad). Buku itu berjudul Shahidul Kathir, “Bagaimana mengambil lintasan-lintasan pikiran”. Itulah bagaimana para ulama memanfaatkan waktu yang diberikan oleh Allah SWT.

Imam as-Suyuti, subhanallah, begitu banyak karya-karyanya yang tidak hanya di satu bidang tetapi di banyak bidang. Di dalam bidang Ulumul Qur’an, beliau memiliki karya yang monumental – Al-Itqan. Di dalam ilmu hadist, beliau juga memiliki karya yang monumental – Tadribur Rawi. Di dalam bidang hadistnya beliau memiliki kitab sekian puluh jilid, judulnya Jam’ul Jamawi. Dalam bidang tafsir, beliau juga memilki kitab yang menjadi rujukan – Ad-Durr Masur. Darimana beliau seperti itu ? Karena adanya keberkahan dari Allah seperti yang Allah katakan dalam surat Al-Baqarah, “Dan bertakwalah kalian kepada Allah, niscaya Allah akan mengajarkan kepada kalian”.

Kita tidak begitu percaya kepada ilmu Laduni tapi yang kita yakini adalah Allah akan memberikan keberkahan terhadap waktu bagi orang-orang yang beriman. Kita bisa saksikan bagaimana saat berboncengan ada nilai-nilai yang dimasukkan kepada Ibnu Abbas. Tidak dibiarkan perjalanan itu berlalu begitu saja, tidak dibiarkan obrolan itu sekedar basa-basi saja. Para ulama mengatakan obrolan itu menunjukkan kualitas diri seseorang.

Yang kedua adalah menunjukkan betapa perhatiannya Rasulullah SAW kepada anak muda. Ada ungkapan arab yang mengatakan “Sesungguhnya di tangan pemudalah kehidupan umat ini dan di kaki-kaki mereka adalah bagaimana perjalanannya”. Karena itulah kuatnya suatu umat adalah sangat tergantung kepada para pemudanya, tergantung generasi mudanya.

Para ahli hadist mengatakan bahwa maksud dari kata “manjaga Allah” dalam hadist tersebut adalah menjaga agama Allah. Kita komitmen, kita mengamalkan, kita mengaplikasikan agama Allah, feedback-nya kata Rasulullah adalah Allah akan menjaga kita. Apa yang Allah akan jaga ? Yang pertama adalah Allah akan jaga keselamatan kita. Yang kedua adalah Allah akan menjaga rejeki kita. Yang ketiga adalah Allah akan menjaga keimanan kita. Rasulullah pernah mengatakan “Bersegerahlah kalian melakukan amal sholeh sebelum nantinya ada fitnah, adanya goda-godaan yang besar yang begitu gelap bagaikan malam yang gelap gulita. Bisa jadi fitnah itu pagi beriman sorenya kafir, atau sore beriman paginya sudah kafir. Mereka menjual agamanya dengan segelintir dari dunia”. Allah akan menjaga kita dari semuanya itu. Pada saat kita diuji kita tidak berburuk sangka kepada Allah, pada saat kita diberi kenikmatan dan kebahagian maka kita tidak lupa kepada Allah SWT. Yang keempat adalah Allah akan menjaga anak-anak kita. Dalam surat Al-Kahfi ayat 82 yang menceritakan ketika Nabi Khiddir dan Nabi Musa memasuki sebuah kampung, mereka mendapatkan adanya rumah yang roboh. Maka Nabi Khiddir mengajak Nabi Musa untuk membetulkan rumah itu dan kemudian disampaikan bahwa rumah ini adalah milik 2 anak yatim. Ayah mereka telah menyiapkan harta buat mereka tapi keruntuhan oleh rumah ini. Maka Allah meminta kepada mereka untuk mengeluarkannya untuk 2 anak yatim tersebut. Di ujung kata-kata Nabi Khiddir berkata soalnya dulu ayah mereka adalah orang yang sholeh. Ini menunjukkan karena kesholehan orang tuanya, walapun orang tuanya sudah meninggal dunia Allah tetap menjaga keturunannya. (nf / dirangkum dari Kajian Subuh 26 Ramadhan 1434H)