Kita dan Ramadhan

Datangnya bulan Ramadhan merupakan nikmat yang sangat agung dimana seseorang harus bersyukur dan mempertahankan rasa syukur tersebut. Itulah yang dilakukan para pendahulu kita (salafus shalih). Apabila pada malam harinya menunaikan shalat sunnah malam, maka siang harinya mereka berpuasa sebagai wujud syukur kepada Allah Swt atas pertolongan-Nya sehingga ia dapat mendirikan shalat sunnah pada malam Ramadhan.

Bagaimana halnya dengan ummat Islam hari ini? Apakah kita sudah memperlakukan Ramadhan dengan baik dan menyambutnya sebagai tamu agung yang penuh kemuliaan.  Agaknya, keberagaman sambutan kita terhadap Ramadhan masih harus terus diperbaiki seiring dengan kualitas pemahaman kita terhadap ajaran Islam selama ini.

Dalam menyambut kedatangan Ramadhan, keberagaman respon dan sikap ummat Islam dewasa ini dapat dilihat dalam beberapa fenomena berikut:

Pertama, di kalangan kita ada sebagian mereka yang memiliki semangat dan antusiasme tinggi dalam  menyambut bulan Ramadhan, seperti halnya orang shaleh terdahulu. Sejak jauh-jauh hari mereka sudah menyiapkan diri dengan persiapan yang matang, mulai dari persiapan intelektual  dengan mempelajari hal-hal yang terkait dengan puasa, shalat tarawih dan amalan-amalan di bulan Ramadhan. Juga persiapan fisik  dengan menjaga kebugaran tubuh dan kesehatan badan dengan mengkonsumsi makanan yang halal, thayyib dan bergizi, serta persiapan rohani dengan memperbanyak puasa sunnah di bulan Sya’ban, memperbanyak shalat malam, dan memperbanyak shadaqah kepada orang yang membutuhkan.

Kedua, diantara ummat ini ada juga yang acuh tak acuh dalam menyambut kedatangan Ramadhan. Kehadiran bulan mulia ini tidak mampu membangkitkan ruhaniah dan spiritualnya. Biasa saja, tidak ada yang berubah, dan tidak ada yang bergeser pada dirinya, sehingga hati tidak tergerak untuk berjabat erat dan berpelukan mesra dengan tamu istimewa; Ramadhan. Mereka ini agaknya termasuk dalam sebagian orang-orang yang perlu memperkuat keimanan.

Ketiga, sebagian kita ada yang bergembira dengan kedatangan Ramadhan, tetapi bukan karena mereka akan mengukir puncak penghambaan diri kepada Allah Swt, tetapi yang terbayang di benaknya adalah keuntungan duniawi yang akan diraih selama musim Ramadhan itu. Mereka adalah para pengejar keuntungan duniawi yang sesaat dan semu. Pemburu dolar/rupiah semata demi kepuasan pribadi dan keluarganya. Orang-orang ini bisa saja dari kalangan pedagang kaki lima, karyawan, sampai dengan para pejabat dan pengusaha besar. Bisa pula artis dan selebritis yang tampil di layar kaca dan berpenampilan islami hanya di bulan Ramadhan. Mereka juga mungkin ada di kalangan para dai dan ustadz kondang, qari-qariah, presenter, pengelola transportasi, dan lainnya. Mereka nampak sangat gembira menyambut kedatangan Ramadhan, salah satunya karena faktor keuntungan dunia, dan bukan mengharap keuntungan akhirat, terlebih ridha Allah Swt.

Keempat, sebagian ummat ini ada yang menjadikan Ramadhan sebagai ‘tamu yang menakutkan’. Yang tergambar di benaknya adalah apabila datang Ramadhan, maka mereka harus menahan lapar dahaga serta menahan gejolak hawa nafsu yang membara. Mereka pun beranggapan bahwa Ramadhan telah menyumbat dan menghalangi pintu rizkinya. Mereka adalah pelaku bisnis haram, pengelola night club, dan pelaku-pelaku perbuatan haram lainnya. Mereka menjadikan Ramadhan sebagai musuh karena saluran rizkinya terasa terhambat. (shaif)

Ust. Shaifurrokhman Mahfudz (Board of Imam CIDE-NSW)

Subscribe our Telegram Channel to get instant Ramadhan updates at:
https://t.me/cidensw
https://t.me/cidensw_ca